Selasa, 10 Juli 2012

Kerajaan Turki Usmani

2.1. Awal Berdirinya Kerajaan Turki Usmani Dinasti Ottoman atau sering disebut dinasti Turki Utsmani 
berkuasa pada abad 13 sampai abad 19. Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkis¬tan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke¬13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota. Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, yang bernama Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I. Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah AI Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Setelah Usman I meninggal, kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania dan Balkan. Setelah kekalahan di Pertempuran Plocnik, kemenangan kesultanan Utsmaniyah di Pertempuran Kosovo secara efektif mengakhiri kekuasaan Kerajaan Serbia di wilayah tersebut dan memberikan jalan bagi Kesultanan Utsmaniyah menyebarkan kekuasaannya ke Eropa. Kesultanan ini kemudian mengontrol hampir seluruh wilayah kekuasaan Bizantium terdahulu. Wilayah Kekaisaran Bizantium di Yunani luput dari kekuasaan kesultanan berkat serangan Timur Lenk ke Anatolia tahun 1402, menjadikan Sultan Bayezid I sebagai tahanan. Pengaruh kerajaan Turki Usmani di dalam perkembangan islam tidak dapat dipandang sebelah mata, dengan adanya Turki Usmani Islam berkembang pesat ke seluruh penjuru dunia. 2.3. Raja- raja Kerajaan Turki Usmani a. Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/ 1294-1326 M) Pada tahun 699 H Usman melakukan perlusan kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium setelah ia mengalahkan Alauddin Saljuk. Usman diberi gelar sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga Usman), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Usmaniyyah. Usman berusaha memperkuat tentara dan memajukan negerinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu: 1) Masuk Islam 2) Membayar Jizyah; atau 3) Berperang Penerapan sistem ini membawa hasil yang menggembirakan, yaitu banyak raja-raja kecil yang tunduk kepada Usman. b. Sultan Urkhan bin Utsman (726-761 H/ 1326-1359 M) Sultan Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum Urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia berhasil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil dan Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli (1356M).Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam. c. Sultan Murad I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M) Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam negerinya, Sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan beberapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki. d. Sultan Bayazid I bin Murad ( 791-805 H/ 1389-1403 M) Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan, dan Mutasya di Asia Kecil dan Negeri-negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan peperangan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya Perang Salib. Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga mengalami kekalahan dan ketika itu Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M. Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Usmani, sehingga penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil satu persatu melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Hal ini berlangsung sampai pengganti Bayazid muncul. e. Sultan Muhammad I bin Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M) Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Usmani. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula. Berkat usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan Muhammad I dapat mengangkat citra Turki Usmani sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Akan tetapi saat rakyat sedang mengharapkan kepemimpinannya yang penuh kebijaksaan itu, pada tahun 824 H (1421 M) Sultan Muhammad I meninggal. f. Sultan Murad II bin Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M) Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sultan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha perjuangan Muhammad I. Perjuangan yang dilaksanakannya adalah untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria. Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kenbali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih. g. Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M) Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya. Seperti halnya raja-raja dinasti Turki Usmani sebelumnya, Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad.Tiga alasan Muhammad menaklukkan Konstantinopel, yaitu: a. Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam. b. Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi. c. Negerinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan atau perjuangan. Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaitsar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel disana terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan Masjid bagi umat Islam. Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, akhirnya kota itupun dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Usmani dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula dapat dikuasai negeri sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia. h. Masa Sultan Salim I (918-974 H/ 1512-1520) Ketika sultan salim naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Syria dan Dinasti Mamalik di Mesir. i. Masa Sultan Sulaiman al-Quanuni (926-974 H/ 1520-1566 M) Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki usmani pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin,dan patuh terhadap peraturan. Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). j. Masa Sultan Salim II (974-1171 H/1566-1573M) Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan Murad III, tahun 1575 M Tunisia baru bisa direbut kembali. k. Masa Sultan Murad III (1574–1595M) Sultan Murad III berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M. l. Masa Sultan Muhammad II ( 1595-1603 M) Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani. Setelah itu berturut-turut kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh Sultan berikut ini : 1. Masa Sultan Ahmad I (1603 – 1617) 2. Masa Sultan Mustafa I (1617 – 162) 3. Masa Sultan Murad IV (1623 – 1640) 4. Masa Sultan Ibrahim (1640-1648) 5. Masa Sultan Mustafa III (1757 – 1774) 6. Masa Sultan Abd al-Hamid (1774-1789) 2.4. Kebudayaan Islam 2.5. Proses Islamisasi oleh Kerajaan Turki 2.6. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani Kerajaan Turki Usmani banyak berjasa terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan Turki Usmani untuk pertama kalinya lebih ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan (kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik) berkembangnya jauh berada di bawah kemajuan politik. Sehingga bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi masyarakatnya juga tidak banyak lagi yang memeluk agama Islam. Proses kemunduran hingga kejatuhan kerajaan Turki Usmani berlangsung sangat lama kurang lebih tiga abad, yakni mulai berakhirnya masa Sulaiman II al-Qanuni (1520 M) hingga masa kejatuhannya (1924 M). Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi, nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa barat segan untuk menyerang atau mengalahkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki Usmani. Namun, kekalahan besar Turki Usmani dalam menghadapi serangan Eropa di Wina tahun 1683 M membuka mata barat bahwa Turki Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah kerajaan Turki Usmani mendapat serangan-serangan besar dari barat. Sejak kekalahan dalam pertempuran di Wina, Turki Usmani juga menyadari akan kemundurannya dan kemajuan barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilakukan dengan cara mengirim duta-duta ke negara-negara Eropa terutama Prancis untuk mempelajari suasana kemajuan di sana dari dekat. Seperti kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Hal itu mendorong Sultan Ahmad III (1703 M) untuk memulai pembaharuan di kerajaannya. Sebagai bentuk konkret pada masa kekuasaannya didatangkan ahli-ahli militer dari Eropa untuk tujuan pembaharuan militer dalam kerajaan Turki Usmani. Pada tahun 1734 M untuk pertama kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka. Usaha pembaharuan dilakukan tidak terbatas dalam bidang militer saja. Dalam bidang-bidang yang lain juga dilaksanakan pembaharuan. Seperti pembukaan percetakan di Istambul pada tahun 1727 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki. Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran kerajaan Turki Usmani yang terus mengalami kemerosotan, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan itu terutama adalah kelemahan raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya sudah mulai menurun. Di samping itu, keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang usaha pembaharuan. Faktor terpenting lainnya yaitu karena ulama’ dan tentara Jenissary yang sejak abad 17 M menguasai suasana politik kerajaan Turki Usmani menolak usaha pembaharuan itu. Dengan demikian, kerajaan Turki Usmani terus saja mendekati jurang kehancurannya, sementara Barat yang menjadi ancamannya semakin besar. Usaha Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah penghalang utama, yaitu tentara Jenissary dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826 M. Struktur kekuasaan kerajaan dirombak, lembaga-lembaga pendidikan modern didirikan, buku-buku barat diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, siswa-siswi berbakat dikirim ke Eropa untuk belajar, dan yang terpenting sekali adalah sekolah-sekolah yang berhubungan dengan kemiliteran didirikan. Bidang militer inilah yang utama dan pertama mendapat perhatian. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil menghentikan gerak maju barat ke dunia Islam di abad ke 19 M. Selama abad ke 18 M barat menyerang ujung garis medan pertempuran Islam di Eropa Timur, wilayah kekuasaan kerajaan Turki Usmani. Akhir dari serangan-serangan itu adalah ditandatanganinya perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian Berlin (Juni-Juli 1878 M) antara kerajaan Turki Usmani dan Rusia. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Turki di Eropa. Sementara kebanyakan daerah berpenduduk mayoritas Muslim di Timur Tengah pada abad berikutnya mulai diduduki bangsa Eropa. Di samping itu, gerakan pembaharuan justru mengancam kekuasaan para Sultan yang absolut, karena para pejuang Turki Usmani melihat bahwa kelemahan Turki terletak pada keabsolutan Sultan itu. Mereka ingin membatasi kekuasaan Sultan dengan membentuk konstitusi, sehingga lahir gerakan tanzimat, Usmani Muda, Turki Muda, dan partai persatuan dan kemajuan. Ketika perang Dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan Jerman dan kemudian mengalami kekalahan. Akibatnya kekuasaan Turki Usmani semakin ambruk. Partai persatuan dan kemajuan memberontak kepada sultan dan dapat menghapuskan kekhalifahan Usmani pada tahun 1922 M, kemudian membentuk Turki Modern pada tahun 1924 M. Dengan demikian, kesatuan politik dalam kerajaan Turki Usmani sejak bergeloranya gerakan pembaharuan justru tidak stabil. Terutama karena para sultan tidak mampu mengakomodasi pemikiran yang berkembang di kalangan pemimpin bangsanya. Terkecuali itu, peperangan-peperangan melawan barat di Eropa Timur terus berkecamuk, memakan, dan menguras tenaga serta berakhir dengan kekalahan di pihak Turki Usmani. Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah di Asia dan Afrika yang sebelumnya dikuasai Turki Usmani, melepaskan diri dari Konstantinopel. Selain itu, periode kemunduran Turki Usmani di mulai saat terjadinya perjanjian Carltouiz (26 Januari 1699 M) antara Turki Usmani Australia, Rusia, Polandia, Vanesia, dan Inggris. Yang mana isi perjanjian tersebut diantaranya adalah Australia dan Turki Usmani terikat perjanjian selama 25 tahun dan mengatakan seluruh Honigaria (merupakan wilayah kekuasaan Turki Usmani) kecuali Traslvonia dan kota barat diserahkan sepenuhnya pada Australia. Sementara wilayah Camanik dan Podolia diserahkan kepada Polandia. Sedangkan Rusia memperoleh wilayah-wilayah di sekitar Laut Azov. Sementara itu, Venesia dengan diserahkannya Athena kepada Turki Usmani menjadi penguasa di seluruh Valmartia dan Maria. Dengan demikian perjanjian Carltouiz ini melumpuhkan Turki Usmani, sehingga menjadi negara yang kecil. 
 DAFTAR PUSTAKA 
 Amin, Husain Ahmad. 2000. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya
 Ash-Shiddieqy, T.M.H. (1971). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang. 
 Dr. Badri Yatim, MA. Sejarah Peradaban Islam. PT Raja Grafindo Persada. 2003: Jakarta 
Osman, Latif. Ringkasan Sejarah Islam. Widjaya Jakarta. 2000: Jakarta Sumber peta: http://www.zum.de/whkmla/histatlas/asmin/haxottoman.html 


Turki Usmani

power point kerajaan Turki Usmani