Rabu, 21 Desember 2011

JERITAN ROMUSHA


 A.Latar Belakang Dibentuknya Romusha
Romusha (rōmusha: "buruh", "pekerja") adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta. Salah satu bentuk represi yang dilakukan oleh pemerintah jepang yaitu pengurasan tenaga kerja dengan menciptakan romusha sebagai tenaga kerja paksa.    
Tujuan Jepang melakukan tanam paksa atau Romusha yaitu, untuk persiapan perang Asia Timur Raya serta memenuhi kebutuhan tentara jepang, untuk lebih jelasnya lagi akan di bahas sebagai berikut: Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan itu bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan karena orang masih terpengaruh oleh propaganda “untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya”.  Hampir semua pemuda desa  dijadikan romusha untuk diperjakan membuat lapangan terbang, tempat pertahanan, jalan, gedung, dll. Bukan hanya di Indonesia saja tetapi mereka banyak yang dikirim ke Birma, Thailand dan Malaysia untuk keperluan yang sama yaitu membuat tempat pertahanan dan memperlancar trasportas Pemerintah jepang terus melancarkan kampanye pengerahan romusha yang diberi sebutan “ perajurit ekonomi “ atau “ pahlawan kerja “ yang digambarkannya sebagai orang yang sedang menjalani tugas suci guna memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada waktu itu pemerintah berhasil mengerahkan romusha keluar jawa sebanyak 300.000 orang, sedangkan sekitar 70.000 orang dalam keadaan yang menyedihkan.

B.Dampak Romusha Bagi Bangsa Indonesia

Romusha memberikan akibat yang mendalam bagi bangsa indonesia meskipun Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung apa yang dikatakan oleh ramalan Joyoboyo, atau lebih tepatnya 3 ½ tahun jepang menjajah indonesia yaitu pada tahun 1942-1945 tetapi dalam waktu yang sesingkat itu memumbuhkan dampak yang sangat mendalam bagi bangsa indonesia karena pada waktu itu sangat menderita dengan adanya romusha rakyat indonesia hidup bagaikan tulang tanpa daging pakaian compang-camping kelaparan dimana-mana atau rakyat indonesia dibawah titik nadir masyarakat yang terbelakang, miskin, teringgal untuk lebih khusus lagi akan dipaparkan dampak dari Romusha sebagai berikut:
1. Bidang Ekonomi: Keadaan ekonomi di Indonesia mengalami kemerosotan. Penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Para penyuluh pertanian bukan tenaga-tenaga ahli pertanian.
b.      Hewan-hewan yang berguna bagi pertanian banyak yang dipotong.
c.       Kurangnya tenaga kerja petani karena banyak yang dijadikan romusha.
d.      Banyaknya penebangan hutan liar.
e.       Kewajiban menyerahkan hasil bumi.
2. Bidang Sosial dan Budaya: kepala–kepala desa dan camat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan itu sering menunjukkan untuk menjadi romusha dipilih orang–orang yang tidak mereka sukai atau dipilih orang yang ditakuti oleh masyarakat desa setempat. Berjuta- juta rakyat menderita kelaparan dan serba kekurangan. Dijalankannya program kerja tanam paksa romusha lebih menambah hancurnya perasaan ketentraman masyarakat jawa. Pengaruh buruk dari sistem romusha itu masih ditambah lagi oleh pelaksanaan setempat yang memungkinkan dapat dibelinya pengecualian atau kewajiban menjadi romusha. Tentu saja hal itu dapat dilakukan oleh golongan masyarakat kaya. 
C Kesaksian Seorang Romusha
Berikut adalah salah satu kisah dari seorang Romusha di Jawa yang menuturkan bagaiman penderitaan yang dialami Romusha pada masa itu.Tahun 1943 seorang pemuda yang bernama Karja Wiredja meninggalkan desanya di Matukara, Banjarnegara, Jawa tengah untuk menjadi Romusha di Thailand. Dibenaknya mungkin tidak terpikir bahwa dia baru bisa akan kembali ke kampong halamanya setelah 52 tahun kemudian. Pada waktu itu Menurut Karja Lurah desa setempat telah mengijinkan para penduduk untuk ikut Nippon.
            Maka berangkatlah Karja untuk menjadi mandor pembangunan rel kereta api sepanjang 415 kilometer antara Thailand dan Burma dengan bayaran dua sen sehari. Selama sebulan kerja Karja mendapatkan gaji enam rupiah. Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Jepang pun menggunakan cara paksa: setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan.

         Karja Wiredja (75) salah satu mantan Romusha asal desa Madukara Kabupaten Banjaranegara yang pada waktu mudanya dikirim ke Thailand untuk menjadi Romusha.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Pustaka, 2001. Kamus Besar Bahasa indonesia.jakarta: Balai Pustaka.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13. 1994. Jakarta : PT Cipta Adi Pustaka
Beasley. 2003. Pengalaman Jepang. Jakarta : yayasan obor Indonesia
Moedjanto, G. 1993. Sejarah Indonesia Abad Ke-20 1 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggajati. Yogyakarta : Kanisius.
Nasution, A.H. 1977. Sekitar perang kemerdekaan Indonesia jilid 1. Bandung : angkasa.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.
Post, Peter and Elly Touwen-Bouwsma. 1997. Japan, Indonesia and the War. Leiden: KITLV Press.
Ricklefs, 2005.Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.
Seminar Sejarah Nasional V. 1990. Subtema Sejarah Perjuangan. Jakarta : Depdikbud
Sewaka. 1955 . Coret-Coret Dari Zaman ke Zaman. Bandung
Suhartono. 1994.  Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
                  1908 – 1945  , Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumarmo, AJ. 1990. Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Semarang : IKIP Semarang Press.
Soewarso, Ibnu. 1986. Sejarah Nasional Indonesia dan Dunia  , Surakarta : Widya
Duta Surakarta
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional. Pustaka pelajar: Yogyakarta
Tim Penyusun Master. 2003. Sejarah: Kelas 2 SMU. Klaten: PT. Macanan Jaya Cemerlang.
Wheeleer, keith.1986. Perang Di Kedalaman Pasifik. Jakarta : Tira Pustaka
Wirjosuparto, Sutjipto. 1961 . Sejarah Indonesia Jilid II Abad XVII Sampai Sekarang. Jakarta :  Indira
Yamin, Muhammad. 1956. Atlas Sejarah.Jakarta : Djembatan


6 komentar:

  1. Awalnya hanyalah kerja biasa, namun selebihnya adalah penyiksaan yang kejam. Liat aja itu foto2 para pekerja, mengenaskan!!!!!! Biadab!!!!! Jepang memang penjajah tersingkat ya Mo dibanding Belanda, Tapi adalah merupakan hal yang paling menyakitkan.Belum lagi juga ada yang jadi budak SEX tentara Jepang. Kita harus bersyukur tidak hidup dijaman mereka. Indonesia tidak pernah menjajah negara lain, nanti pada saat nya kita akan menjajah mereka yang telah memperlakukan bangsa kita dengan tidak nyaman. Jangan malas. Cepat balaskan dendam nenek moyang kita, tapi tentunya kelarin dulu tuh gelar sardjana.

    BalasHapus
  2. One Student, One Blog
    Selasa, 10 Januari 2012

    Oleh Muhammad Fatkhan Ashari
    PERKEMBANGAN teknologi informasi yang sangat pesat sekali juga berlangsung di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Perguruan tinggi ini serasa tiada henti berupaya mengembangkan teknologi informasi guna peningkatan kualitas. Berbagai aspek kehidupan akademik diarahkan ke ranah teknologi informasi.
    Ini sejalan dengan semangat konservasi. Salah satunya, langkah yang sangat positif dalam meminimalkan konsumsi kertas (baca: paperless). Dengan optimalisasi IT, segala hal yang semula masih konvensional menggunakan kertas dalam segala hal, menjadi berbasis IT dengan memanfaatkan internet sebagai medianya.
    Pada dasarnya, sebagian besar civitas akademika Unnes telah memanfaatkan salah satu sarana yang disediakan pihak universitas berupa jaringan internet yang sangat bagus untuk mendukung aktivitas akademik. Pemanfaatan internet demikian besar guna mendukung perkuliahan, baik dalam mencari sumber referensi tugas maupun hanya sekadar copy paste. Di sinilah letak jeleknya pemanfaatan internet bagi sebagian pengguna.
    Untuk mengubah budaya yang seperti itu serta menumbuhkan budaya tulis civitas akademika, kiranya diperlukan sebuah upaya solutif. Gagasan yang saya tawarkan untuk bisa dipertimbangkan adalah dengan memberikan fasilitas one student, one blog. Yakni dengan menyediakan sarana blog gratis untuk setiap mahasiswa. Mungkin akan muncul pertanyaan, mengapa harus dengan memberikan fasilitas blog gratis kepada setiap mahasiswa?
    Hal Positif
    Ada beberapa hal positif yang akan menjadi tujuan dari adanya blog bagi setiap mahasiswa. Pertama, dengan memberikan fasilitas blog gratis kepada mahasiswa, dosen wali dapat meanganjurkan dengan sedikit paksaan agar mahasiswa membiasakan diri untuk menulis di blog masing-masing.
    Kedua, pihak universitas bisa mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan setiap dosen pengampu mata kuliah agar memanfaatkan keberadaan blog baik dalam pemberian tugas maupun ujian, sehingga mahasiswa harus mengakses melalui blog yang bersangkutan untuk kemudian mengirimkan pekerjaan dari tugas maupun ujiannya tersebut melalui email dosen, sehingga meminimalkan penggunaan kertas.
    Ketiga, ketika seluruh civitas akademika telah terbiasa dengan membuka dan memanfaatkan blog masing-masing guna mendukung aktivitas keseharian, tergeserlah kebiasaan membuka situs jejaring sosial yang ternyata dapat menerunkan kinerja sehari-hari.
    Keempat, dengan memiliki blog, ketika nanti memasuki dunia kerja, lebih-lebih menjadi guru bagi lulusan prodi kependidikan, mereka tetap dapat memanfaatkan blog tersebut sebagai media pembelajaran, baik sebagai media pemberian tugas maupun media menyampaikan materi ajar yang dapat diakses siswa kapan pun dan di mana pun.
    Memang blog merupakan barang lama, bukan sesuatu yang baru lagi. Namun mahasiswa masih sangat sedikit yang paham dan memiliki blog pribadi. Sebagian besar dari kita lebih cenderung sebagai pembaca, pengakses, dan parahnya lagi hanya sebagai penyalin artikel-artikel di blog orang lain. Seharusnya setiap mahasiswa memiliki blog yang dapat meningkatkan kuailtas akademiknya dengan terbangunnya budaya tulis.
    Penyediaan fasilitas internet akan lebih berdaya guna dan tidak muspra. Semoga suatu saat nanti, one student, one blog dapat terealisasi dan mungkin akan lebih bagus lagi dengan diberikan blog gratis kepada guru-guru se-Jawa Tengah sebagai wujud pengabdian Unnes dengan semangat konservasinya yang sehat, unggul, dan sejahtera. Semoga.
    –Muhammad Fatkhan Ashari, alumnus S1 Pendidikan Sejarah FIS Unnes dan S2 Ilmu Politik Unair


    [Ternyata anda harus banyak2 belajar agar dapat melakukan apa yang saya lakukan sekarang, yaitu bebas meninggalkan coretan diblog orang lain.] Visit this account:
    http://www.priyatmaja.blogspot.com/

    BalasHapus
  3. http://priyatmaja.blogspot.com/
    http://akuh-ingin-pulank.blogspot.com/

    BalasHapus
  4. Thank you for this blog post. The photo says so much. This was a terrible chapter in world history. I will never understand how people could treat other human beings so badly. My English uncle was a prisoner on the Burma Railway and in Japan. The romusha received less food than Allies and had less medical support. Allies travelled in covered cattle trucks, but romusha families were carried in open trucks and thousands of them died from heat stroke. Of the 200,000 romusha that worked on the Burma Railway, I believe about 100,000 died. But out of the 300,000 Japanese who served in Thailand and Burma, 200,000 of them died, too, mainly from diseases and starvation at the end of the war when they were left in the jungle. So sad for so many families and for our nations.

    BalasHapus